POSTAmbon.com – Dugaan korupsi besar-besaran yang melibatkan Bupati Kaimana, Freddy Thie, beserta keluarganya dan Sekretaris Daerah Donald Wakum, menjadi bukti nyata bahwa praktik korupsi masih merajalela di Papua Barat. Meskipun skandal ini telah dilaporkan sejak 2020, penegakan hukum seolah lumpuh total, meninggalkan rakyat dalam ketidakadilan yang menyakitkan. Selasa (24/12/24)
Ratusan miliar rupiah diduga digelapkan oleh pejabat ini, mengakibatkan kerugian besar bagi keuangan daerah Kaimana, salah satu wilayah paling terdampak kemiskinan di Papua Barat. Ironisnya, meskipun laporan resmi telah diajukan ke Kejaksaan Tinggi Manokwari, kasus ini tetap mandek tanpa kejelasan apa pun.
“Sudah bertahun-tahun kami menunggu keadilan, tapi hasilnya nol besar. Uang rakyat dirampok oleh pejabat yang seharusnya melayani kami, dan mereka tetap bebas menikmati hasil korupsi mereka,” ujar seorang warga Kaimana yang geram dengan lambatnya proses hukum.
Bupati Freddy Thie, yang kini menjadi simbol korupsi di Papua Barat, dituduh menjadikan jabatan publik sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri bersama keluarganya. Tidak hanya itu, Sekda Donald Wakum juga diduga memainkan peran besar dalam menggerogoti anggaran daerah secara sistematis.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Manokwari terus menjadi sorotan karena dianggap tidak serius menangani kasus ini. “Kalau hukum hanya tegas pada rakyat kecil, tapi takut pada para koruptor, maka keadilan sudah mati di Papua Barat,” tambah seorang tokoh masyarakat setempat.
Kasus ini mencerminkan wajah buruk penegakan hukum di Indonesia, di mana kejahatan besar seperti korupsi sering kali dibiarkan begitu saja, terutama di daerah terpencil seperti Papua Barat. Masyarakat mendesak pemerintah pusat turun tangan langsung untuk memastikan para pelaku dihukum berat dan uang rakyat dikembalikan.
Apakah ini saatnya Presiden Prabowo membuktikan komitmennya dengan menjadikan kasus Kaimana sebagai contoh nyata pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu? Atau apakah Papua Barat akan terus terjebak dalam lingkaran korupsi yang merugikan rakyat kecil?