(postambon.com)Ladang informasi aktual, tajam, terpercaya, Kemampuan menatap setiap sudut menjadikan kematangan dalam berinteraksi
BerandaHUKUM“Proyek Jalan Rp 49 Miliar Hancur Lebur! Warga Mengamuk: Uang Negara Dikuras,...

“Proyek Jalan Rp 49 Miliar Hancur Lebur! Warga Mengamuk: Uang Negara Dikuras, Siapa yang Bertanggung Jawab?”

spot_imgspot_img

PostAmbon.com– Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Maluku Satker II” di bawah kepemimpinan “Toce Leuwol” kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Proyek pembangunan jalan yang menelan anggaran fantastis sebesar “Rp 49.260.785.000” justru meninggalkan “reruntuhan dan jalan yang cepat rusak”. Warga setempat mulai mempertanyakan kualitas pekerjaan dan dugaan adanya “penyimpangan dalam proyek ini”.

Proyek ini mencakup pembangunan jalan di wilayah “Bula-Masiwang saja”, belum termasuk wilayah lainnya seperti “Air Nanang, Wahai, Kobesonta, hingga Waipia-SS Ambor”. Namun, “baru satu tahun dikerjakan, jalan tersebut sudah mengalami kerusakan” yang cukup parah dan menunjukkan tanda-tanda kegagalan konstruksi. Sabtu (15/02/25)

Seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya, sebut saja “MH”, mengungkapkan kondisi yang terjadi di lapangan. “Via telepon ke redaksi media PostAmbon.com pada 13 Februari 2025”, MH menyampaikan bahwa proyek ini “jauh dari kata berkualitas” dan terlihat ada indikasi penyalahgunaan anggaran.

“:true

“Jalan ini baru dibangun, tapi lihat kondisinya sekarang. Banyak yang sudah retak, berlubang, bahkan ada yang mulai ambles. Kalau dikerjakan dengan benar dan menggunakan material yang sesuai standar, seharusnya tidak mungkin rusak secepat ini,”ujar MH.

Menurut MH, dugaan bahwa proyek ini dikerjakan dengan “material di bawah standar” semakin kuat setelah warga melihat sendiri proses pembangunannya.

“Kami melihat sendiri bagaimana mereka bekerja. Bahannya seperti tidak sesuai spesifikasi yang seharusnya. Lihat saja sekarang, hasilnya seperti ini. Kalau benar menggunakan anggaran Rp 49 miliar, mana hasilnya?!” tegasnya dengan nada kesal.

Jika dugaan ini benar, proyek yang dilakukan oleh “BPJN” Maluku Satker II” berpotensi melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya:

1. “Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi” – Penggunaan material yang tidak sesuai standar dalam proyek pemerintah “merupakan pelanggaran hukum” yang dapat berujung pada sanksi administratif hingga pidana.

2. “Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” – Jika proyek ini menyebabkan “kerugian negara”, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang berpotensi dikenai hukuman berat, termasuk “penjara dan denda miliaran rupiah”.

Praktik seperti ini sudah sering terjadi di Maluku, di mana proyek pembangunan infrastruktur menjadi lahan empuk bagi “oknum korup” yang ingin meraup keuntungan pribadi. Besarnya anggaran sering kali “tidak berbanding lurus dengan kualitas pekerjaan”, dan masyarakat selalu menjadi pihak yang dirugikan.

”Jika benar ada penyimpangan dalam proyek ini, maka ini adalah bentuk korupsi yang merugikan rakyat! Pemerintah harus turun tangan!” ujar seorang aktivis antikorupsi yang tidak ingin disebutkan namanya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak “BPJN Maluku Satker II “Toce Leuwol” “belum memberikan pernyataan resmi” terkait dugaan penyimpangan proyek ini. Sikap diam ini justru semakin menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.

Jika benar proyek ini mendapatkan dana dari “APBN” dan hasilnya tetap buruk, maka publik berhak meminta audit mendalam dari “Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)” dan intervensi dari “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)”. Hal ini untuk memastikan apakah ada “penggelembungan anggaran (mark-up)”, pemotongan dana, atau pengadaan material yang tidak sesuai spesifikasi yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat.

Dengan besarnya nilai proyek ini, masyarakat berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk memastikan apakah dana yang digunakan sudah sesuai atau justru menjadi lahan korupsi bagi oknum tertentu. Jika dugaan ini terbukti, maka pelakunya bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam “UUD Tindak Pidana Korupsi”, yang ancaman hukumannya bisa mencapai “penjara seumur hidup dan denda miliaran rupiah”.

Warga dan aktivis mendesak agar dilakukan “audit independen” terhadap proyek ini. Jika terbukti ada pelanggaran, maka mereka meminta pihak yang bertanggung jawab segera “diproses secara hukum”.

“Kami butuh tindakan nyata, bukan sekadar janji! Jangan sampai uang negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat justru masuk kantong segelintir orang!” tegas salah satu warga yang geram dengan kondisi ini.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan proyek jalan yang dikerjakan asal-asalan dengan anggaran fantastis. Warga berharap agar pihak terkait, termasuk “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung”, segera turun tangan untuk “mengusut proyek ini hingga tuntas”.

Korupsi dalam proyek infrastruktur bukan hanya sekadar angka di atas kertas, tetapi juga “berdampak langsung pada kehidupan masyarakat”. Jalan yang dibangun dengan dana besar seharusnya menjadi “akses yang nyaman dan aman bagi warga”, bukan justru menjadi “ancaman keselamatan” karena cepat rusak.

Jika tidak segera ditindak, kejadian serupa akan terus berulang dan rakyat selalu menjadi korban.

“Akankah kasus ini dibongkar hingga tuntas? Ataukah akan tenggelam seperti kasus-kasus lainnya?”

- Advertisement -spot_img
Komentar Terbaru
Must Read
Related News