Post Ambon.Com— Keempat pelaku skandal memalukan dan menjijikkan dari PT. BPR Modern Express akhirnya resmi dikirim ke penjara hari ini. Tapi publik tidak bersorak. Tidak ada kelegaan. Tidak ada rasa puas. Sebab yang dieksekusi hanyalah tubuh, bukan kejahatannya. Bukan uangnya. Bukan luka yang mereka tinggalkan.
Skandal ini mencerminkan wajah hukum Indonesia yang lemah terhadap pencuri berdasi dan brutal terhadap rakyat kecil. Keempat penjahat ekonomi ini merampok uang masyarakat dari tahun 2015 hingga 2022 — dan kini hanya “dihadiahi” vonis yang bisa dibilang lebih lunak dari aturan lalu lintas. Senin 16 Juni 2025
1. Walter Dave Engko – 1 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Jika tak sanggup bayar? 3 bulan kurungan. Tiga bulan untuk tujuh tahun kejahatan. Ini bukan hukuman, ini sindiran ke korban.
2. Alexander Gerald Pietersz – 5 tahun penjara, denda Rp10 miliar. Sanksi ini datang setelah kasasi jaksa ditolak, membuktikan bahwa sistem hukum tak punya nyali melawan koruptor kelas atas.
3. Vronsky Calvin Sahetapy & Frank Harry Titaheluw – Masing-masing dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Kalau tak bayar? Cuma tambah 6 bulan. Lucu? Tidak. Ini mengerikan.
Apa kabar para nasabah? Ratusan orang kehilangan seluruh tabungan. Banyak yang bangkrut. Anak-anak tak bisa sekolah. Usaha kecil mati. Tapi pelaku kejahatan itu hanya duduk sebentar di sel tahanan, mungkin sambil tertawa dan menikmati hasil jarahan yang tak pernah dikembalikan.
Tidak ada ganti rugi. Tidak ada kejelasan soal pemulihan aset. Tidak ada penjelasan bagaimana uang triliunan itu dialirkan. Tidak ada keadilan. Hanya formalitas hukum yang membungkus penghinaan terhadap korban.
“Ini bukan vonis, ini pelecehan terhadap kami semua. Mereka bukan dipenjara, mereka diselamatkan dari kemarahan rakyat,” kata salah satu korban yang kehilangan seluruh tabungan pensiunnya.
Ini bukan hanya soal empat nama. Ini soal betapa dalamnya penyakit sistemik dalam penegakan hukum dan pengawasan keuangan. Kejahatan yang berlangsung selama tujuh tahun ini tidak mungkin terjadi tanpa pembiaran, pengabaian, atau bahkan keterlibatan pihak berwenang.
Di mana OJK ketika skandal ini dimulai?
Mengapa BI tidak menghentikan operasional BPR ini sejak dini?
Mengapa butuh hampir satu dekade untuk menghukum mereka?
Hukuman ini bukan penghakiman. Ini penghinaan terhadap logika hukum dan rasa keadilan publik.
Para pelaku hari ini mungkin dikirim ke balik jeruji, tapi bangsa ini masih tetap menjadi tahanan dari sistem hukum yang korup, tumpul ke atas, dan bengis ke bawah.
Jika hukum adalah panglima, maka kasus ini membuktikan bahwa panglima itu sudah dijual murah di meja kekuasaan dan kepentingan. Skandal BPR Modern Express adalah peringatan keras: jika Anda rakyat kecil, hukum akan menghancurkan Anda. Tapi jika Anda pejabat atau pemilik modal, hukum akan mengelus kepala Anda.
Bukan hanya uang rakyat yang hilang. Harga diri negara ini juga ikut hilang saat penjahat ekonomi dilepas dengan hukuman ecek-ecek. Empat orang ditangkap. Tapi jutaan orang kehilangan kepercayaan. Dan itu lebih mematikan dari korupsi.
“Jangan sebut ini keadilan. Ini sandiwara busuk.”