Post Ambon.com – Di Jalan Benteng Durstede Belakang, Saparua, berdiri sebuah SPBU kecil yang menyimpan kejahatan besar. Di sinilah praktik kotor penyelewengan harga BBM dan penyalahgunaan wewenang dilakukan secara terbuka, dilindungi oleh nama besar kekuasaan.
SPBU Kompak CV Gilbert, yang beralamat tepat di belakang rumah keluarga Lawalata, kembali menaikkan harga Pertamax menjadi Rp12.800 per liter—di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah Rp12.700. Pelanggaran ini bukan kelalaian, tapi kesengajaan yang berulang, dan patut diduga sebagai bagian dari jaringan bisnis gelap yang dipelihara dengan penuh kesadaran.
Lebih parah lagi, SPBU ini milik keluarga penguasa: Mario Lawalata (Wakil Bupati Maluku Tengah), ibunya Salomi Patty (Anggota DPRD Kabupaten), dan sang istri Maureen Haumahu (Anggota DPRD Provinsi). Semua elemen kekuasaan ada di tangan mereka—eksekutif, legislatif, hingga kontrol di lapangan. SPBU ini bahkan berada tepat di depan kediaman mewah keluarga tersebut. Ironis dan menjijikkan. Pada Rabu (21/5/2025),
Pengisian manual dengan jerigen, pompa mini ilegal, dan pengulangan pelanggaran adalah indikasi jelas adanya pembiaran oleh pihak berwenang. SPBU ini seolah berdiri di atas hukum, di zona impunitas yang dibentengi jabatan dan pengaruh politik.
Apakah Pertamina tutup mata? Apakah Kementerian ESDM tak lagi punya taring? Pelanggaran berat terhadap Perpres No. 191/2014, Permen ESDM No. 20/2021, dan Kepmen ESDM No. 218/2022 tidak bisa lagi ditoleransi. Jika hukum tak ditegakkan di Saparua, maka jangan heran jika publik akhirnya menyimpulkan: “di Maluku Tengah, hukum bisa dibeli.”
Masyarakat Saparua, dan rakyat Maluku pada umumnya, berhak tahu: kenapa SPBU ilegal ini tidak pernah ditutup? Siapa yang menjadi bekingnya? Apakah ada aliran uang ke oknum-oknum tertentu?
Sudah saatnya langkah tegas diambil:
Cabut izin SPBU CV Gilbert sekarang juga.
Audit seluruh aktivitas penjualan BBM di lokasi tersebut.
Ungkap dan adili siapa pun yang terlibat dalam pembiaran.
Cukup sudah rakyat dibodohi dan dirugikan. Dari Jalan Benteng Durstede Belakang, suara kemarahan harus menggema ke Jakarta. Negeri ini tidak boleh tunduk pada mafia BBM yang memakai jabatan sebagai tameng kekebalan.