PoatAmbon.com – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Seorang guru berinisial SB (Said Bugis) yang bertugas di SD Negeri 6 Kecamatan Siritaun, Provinsi Maluku, kini tengah menjadi sorotan publik dan pemerhati pendidikan. SB diketahui memiliki dua entri aktif dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik)—suatu pelanggaran administratif serius yang bisa berdampak langsung pada integritas data pendidikan nasional.
Dugaan semakin menguat ketika tim investigasi media menemukan bahwa data ganda SB dalam sistem Dapodik dimasukkan oleh suaminya sendiri, yang ternyata menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMP Negeri 11 Seram Bagian Timur. Senin (05/05/25)
Saat dikonfirmasi, sang kepala sekolah justru mengakui perbuatannya dengan dalih “menjaga agar nama istrinya tetap terdaftar dalam sistem Dapodik” meski sebenarnya SB sudah lama aktif mengajar di SD Negeri 6 Siritaun. Dalih tersebut justru memperjelas adanya rekayasa administratif yang disengaja demi melindungi kepentingan pribadi.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2015 tentang Dapodik, setiap satuan pendidikan wajib melakukan verifikasi dan validasi data secara akurat dan berkala, serta tidak diperkenankan menduplikasi data pendidik dalam lebih dari satu satuan pendidikan secara aktif.
Selain itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 40 Ayat (1) huruf c menegaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menjaga dan memelihara integritas data dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut bisa berimplikasi serius, termasuk pencabutan tunjangan profesi dan pemrosesan hukum disipliner.
Lebih ironis lagi, SB sudah cukup lama mengajar di SD Negeri 6 Siritaun namun tidak pernah tercatat secara resmi dalam Dapodik sekolah tersebut. Hal ini membuka peluang besar bagi potensi penyimpangan lainnya seperti klaim ganda tunjangan sertifikasi atau indikasi fiktif lainnya.
Pakar kebijakan pendidikan menilai kasus ini bukan hanya kelalaian, tetapi bentuk nyata manipulasi sistematis yang merusak tatanan akuntabilitas pendidikan di daerah. Jika tidak ditindak secara tegas, praktik-praktik serupa bisa menjalar dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan nasional.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Dinas Pendidikan Provinsi Maluku didesak untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap sekolah-sekolah terkait dan menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku, baik guru maupun kepala sekolah yang terlibat dalam praktik manipulatif ini.
Ini bukan hanya persoalan data, tetapi masalah etika dan integritas profesi pendidik yang wajib dijaga.