Dituding Cacat Hukum, Penjabat Negeri Hatu Tantang Balik: “Jangan Asal Bicara!”

0
6927

POST AMBON.COM – Di tengah kontroversi dan penolakan yang mengemuka, Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Hatu, Kecamatan Leihitu Barat, Sherly M. Marlissa, akhirnya buka suara. Ia menepis keras tudingan Badan Saniri Negeri dan pihak Mata Rumah Parentah yang menyebut pengangkatannya cacat hukum.

Sherly yang ditemui di kediamannya, Senin (9/6/2025), menegaskan bahwa dirinya dilantik secara sah oleh Bupati Maluku Tengah melalui Surat Keputusan resmi. Menurutnya, tuduhan cacat hukum bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga berpotensi merusak integritas pribadi dan menggoyang kepercayaan masyarakat.

 

> “Saya dilantik sah oleh Bupati, dan diwakili langsung oleh Sekda Kabupaten dalam prosesi resmi. Jadi kalau disebut cacat hukum, itu dasarnya apa? Jangan hanya lempar opini tanpa data,” tegas Sherly.

Pernyataan Sherly muncul sebagai respons atas pemberitaan yang ramai diangkat media pada Sabtu (7/6/2025), di mana penunjukannya disebut tidak memenuhi syarat adat dan hukum lokal, serta ditolak oleh pihak-pihak tradisional yang memiliki legitimasi historis.

Namun Sherly balik mempertanyakan prosedur penolakan itu sendiri. Ia menyebut, tidak ada berita acara resmi, dokumentasi sah, atau keterlibatan struktur adat yang lengkap seperti kepala soa, tua adat, dan tokoh agama dalam sikap penolakan yang digembor-gemborkan.

> “Kalau benar ada penolakan resmi, mana dokumennya? Harus ada berita acara yang sah. Jangan bawa-bawa adat hanya untuk menggugurkan sesuatu yang sudah legal secara administratif,” kata Sherly tajam.

Ia juga mengungkapkan, tidak ada proses pemilihan masyarakat dalam penunjukannya—melainkan murni keputusan dari pemerintah kabupaten.

> “Saya ini diangkat bukan karena dipilih masyarakat, tapi karena kebutuhan strategis pemerintah daerah. Ini jabatan penjabat, bukan raja definitif. Jadi semestinya kita semua tahu batas perannya,” tegasnya lagi.

Munculnya konflik ini dinilai Sherly sebagai bentuk kurangnya koordinasi dan komunikasi antar elemen yang mestinya menjadi mitra dalam pemerintahan desa.

> “Kalau memang mau bicara adat dan pemerintahan, mari kita duduk bersama. Jangan main tabrak dengan opini publik lewat media. Ini mencederai semangat perubahan,” ujarnya.

Sherly menyatakan, ia hanya ingin bekerja. Dalam 100 hari pertama, ia berkomitmen membawa perubahan di Negeri Hatu: dari transparansi, penguatan ekonomi lokal, hingga penyiapan proses menuju penetapan raja definitif yang sah.

Catatan Redaksi:

Kisruh pengangkatan penjabat kepala negeri seperti ini bukan hal baru di Maluku. Friksi antara hukum administrasi negara dan hukum adat terus berulang tanpa penyelesaian yang sistemik. Di balik itu semua, publik kembali menjadi korban dari tarik-menarik elit yang tak kunjung duduk satu meja.