Skandal Penebangan Liar di Latuhalat: Tanah Warga Digunduli, Pemerintah tutup Mata!

0
147.893
{"remix_data":[],"remix_entry_point":"challenges","source_tags":[],"origin":"unknown","total_draw_time":0,"total_draw_actions":0,"layers_used":0,"brushes_used":0,"photos_added":0,"total_editor_actions":{},"tools_used":{"ai_enhance":1},"is_sticker":false,"edited_since_last_sticker_save":true,"containsFTESticker":false}

PostAmbon.com – Negeri Latuhalat kini berada di ambang kehancuran! Pemerintah desa yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru menghilang tanpa jejak, sementara penebangan liar di tanah milik warga terus terjadi tanpa tindakan apa pun. Kondisi ini semakin memperlihatkan bobroknya pemerintahan negeri dan dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam pembiaran aktivitas ilegal yang merugikan masyarakat.

Penebangan liar yang dilakukan di Negeri Latuhalat bukan hanya sekadar tindakan ilegal biasa, tetapi juga merupakan bentuk perampasan hak milik warga! Salah satu tokoh masyarakat, Bapak Dang Tuhumuri, yang notabene adalah pemilik lahan yang sedang dirusak, telah berulang kali melaporkan kejadian ini kepada Raja Latuhalat. Namun, hasilnya NOL BESAR!

Alih-alih mendapatkan keadilan, Bapak Dang hanya menerima janji kosong dari Raja Latuhalat. Sampai hari ini, dua pelaku penebangan liar, Roni Latumeten dan Jongki Latumeten, masih terus beroperasi dengan leluasa. Lebih parah lagi, mereka diduga menebang kayu untuk seseorang bernama Volter Soplantila.

Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi sudah masuk kategori pembiaran kejahatan! Bagaimana mungkin aparat negeri membiarkan tindakan ini berlangsung tanpa ada sanksi? Ataukah ada pihak tertentu yang menikmati keuntungan dari bisnis ilegal ini?

Ketika tim media PostAmbon.com mendatangi kantor pemerintahan Negeri Latuhalat, yang ditemukan hanyalah sekretaris dan beberapa pegawai rendahan. Raja Latuhalat? Tidak ada! Saniri Negeri? Tidak ada! Babinsa? Hilang!

Lebih ironisnya lagi, ketika pegawai desa mencoba menghubungi Babinsa Ferdik Komul, nomor teleponnya mati! Hal yang sama terjadi dengan Raja Latuhalat, yang juga tidak bisa dihubungi pada Kamis (27/3). Bahkan ketika sekretaris negeri mencoba mengontaknya, ponselnya tetap tidak aktif!

Bagaimana mungkin sebuah pemerintahan berjalan tanpa kehadiran pemimpinnya? Ketika masyarakat membutuhkan perlindungan, mereka justru bersembunyi!

Lebih memalukan lagi, ketika warga mencoba mencari keadilan dan meminta bantuan Saniri Negeri Latuhalat, tidak ada satu pun anggota mereka yang bisa ditemukan! Ketika pegawai desa menelepon mereka, tidak ada satu pun yang merespons dengan baik.

Ini bukan sekadar kelalaian biasa, ini adalah bukti bahwa sistem pemerintahan di Negeri Latuhalat telah mati! Ketidakpedulian, ketidakhadiran, dan dugaan kongkalikong dengan pelaku kejahatan adalah bukti nyata bahwa negeri ini sedang menuju kehancuran total!

Jika keadaan ini dibiarkan terus, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi hak-hak masyarakat juga akan terus diinjak-injak oleh penguasa yang membiarkan kejahatan terjadi di depan mata mereka sendiri.

Negeri Latuhalat, negeri tanpa hukum, negeri tanpa pemimpin, negeri yang semakin tenggelam dalam kekacauan!