PostAmbon – Di tengah semakin kompleksnya permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menunjukkan komitmen yang kuat untuk memperkuat penegakan hukum dengan menggelar sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Kegiatan sosialisasi ini digelar pada hari Rabu, (28/8/2024), bertempat di Ball Room Swiss-Bell Hotel, Ambon, dan dimulai tepat pada pukul 10.00 WIT.
Acara sosialisasi ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan Tahun 2024. Dengan tema besar yang berfokus pada pembaruan sistem hukum pidana di Indonesia, acara ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh kepada seluruh elemen kejaksaan di Maluku terkait perubahan-perubahan signifikan yang akan diterapkan dalam sistem hukum pidana Indonesia.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Maluku, Dr. Jefferdian, yang bertindak sebagai narasumber utama, membuka acara dengan pemaparan mendalam mengenai penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Dalam presentasinya, Dr. Jefferdian menekankan bahwa KUHP baru ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang lebih adil, memberikan kepastian hukum yang lebih baik, serta mampu meningkatkan kemanfaatan hukum dalam masyarakat.
Salah satu poin penting yang diangkat oleh Dr. Jefferdian adalah penguatan implementasi penghentian penuntutan berdasarkan prinsip Restoratif Justice (RJ). Beliau menjelaskan bahwa pendekatan RJ ini berbeda dengan paradigma hukum tradisional yang cenderung bersifat represif dan fokus pada pemidanaan. Dalam Restoratif Justice, penyelesaian perkara pidana melibatkan semua pihak yang terkait, termasuk pelaku, korban, keluarga kedua belah pihak, serta masyarakat sekitar. Tujuan utamanya adalah untuk mencari penyelesaian yang adil dan memulihkan kondisi seperti sebelum terjadi tindak pidana, bukan semata-mata untuk menghukum pelaku.
Dr. Jefferdian juga menekankan pentingnya mengubah cara pandang yang keliru mengenai tujuan hukum. Menurutnya, anggapan bahwa hukum hanya berfungsi untuk memproses pelanggar hukum dan mengirim mereka ke penjara harus diubah. Ia menegaskan bahwa pendekatan yang terlalu represif dapat menyebabkan lembaga pemasyarakatan menjadi overkapasitas dan overcrowded, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada sistem pemasyarakatan secara keseluruhan.
Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Maluku, Yunardi, S.H., M.H., melanjutkan pemaparan dengan fokus pada teknis penanganan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam pemaparannya, Yunardi menjelaskan secara rinci mengenai definisi, modus operandi, dan kerangka hukum yang berlaku dalam penanganan TPPO. Ia menyoroti bahwa TPPO merupakan kejahatan serius yang melibatkan tindakan perekrutan, pengiriman, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan individu dengan menggunakan ancaman, kekerasan, penipuan, atau cara-cara lainnya yang bersifat memaksa.
Lebih lanjut, Yunardi menjelaskan bahwa kejahatan TPPO seringkali bertujuan untuk eksploitasi, baik berupa eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan, maupun perdagangan organ. Dalam konteks hukum Indonesia, TPPO diatur secara tegas dalam KUHP, Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking), serta Undang-Undang Perlindungan Anak. Ia menekankan bahwa Kejaksaan memiliki peran penting dalam memastikan bahwa penegakan hukum terhadap TPPO berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Acara sosialisasi ini diikuti oleh berbagai elemen penting dari Kejaksaan se-Maluku, termasuk para Kepala Kejaksaan Negeri, Koordinator di Bidang Pidana Umum Kejati Maluku, serta para Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dan Kepala Seksi Pidana Umum di seluruh wilayah Maluku. Partisipasi aktif dari berbagai pihak ini menunjukkan betapa seriusnya Kejati Maluku dalam mempersiapkan diri menghadapi perubahan besar dalam sistem hukum pidana yang akan berlaku mulai tahun 2026 mendatang.
Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 secara tegas mengharuskan seluruh satuan kerja Kejaksaan, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengadakan diskusi-diskusi dan seminar yang membahas perubahan mendasar dalam sistem hukum pidana ini. Sosialisasi yang digelar oleh Kejati Maluku merupakan salah satu bentuk implementasi dari instruksi tersebut, yang juga menjadi wujud nyata komitmen Kejaksaan dalam menyongsong era baru penegakan hukum di Indonesia.
Dengan diselenggarakannya sosialisasi ini, diharapkan para penegak hukum di Maluku dapat memahami dan mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP dengan sebaik-baiknya. Pembaruan hukum pidana ini diharapkan tidak hanya mampu memberikan keadilan yang lebih baik bagi masyarakat, tetapi juga mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap fungsi dan tujuan hukum itu sendiri. Pendekatan yang lebih humanis dan restoratif diharapkan akan menjadi landasan bagi penegakan hukum di masa depan, yang tidak hanya menitikberatkan pada penghukuman, tetapi juga pada pemulihan dan pemasyarakatan yang lebih baik.
Acara sosialisasi ini menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan panjang pembaruan hukum di Indonesia, khususnya di wilayah Maluku. Dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran kejaksaan, perubahan ini diharapkan akan membawa dampak positif bagi sistem peradilan pidana di Indonesia, sekaligus memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dari berbagai tindak pidana yang mengancam.