Pernyataan mengejutkan Sofyan Soulisa di atas panggung kampanye belum lama ini seharusnya sudah cukup untuk mengguncang institusi hukum di Maluku. Namun ironis, hingga kini Kepolisian Daerah (Polda) Maluku masih saja bungkam, seolah tuli dan buta terhadap indikasi keterlibatan aktor politik dalam proyek busuk pembangunan Masjid Raya Kabupaten Buru Selatan yang mangkrak dan memalukan.
Di hadapan publik, Sofyan Soulisa terang-terangan mengakui bahwa namanya terseret dalam kasus tersebut. Bahkan ia menyebut dengan gamblang adanya permintaan uang suap senilai Rp1 miliar oleh pihak yang ia sebut sebagai “maitua” dan menyeret nama Melky Soulisa dalam proses tender. “Saya siap bertanggung jawab,” ucapnya santai—seolah korupsi rumah ibadah bisa diselesaikan lewat mikrofon kampanye dan tepuk tangan pendukung.
Alih-alih digiring ke meja penyelidikan, Sofyan Soulisa tetap melenggang bebas. PB Ampera Maluku, yang selama ini dikenal vokal membela rakyat kecil, menyebut ini sebagai bukti nyata bahwa hukum di Maluku telah lumpuh. Ketua Umum PB Ampera Maluku, Rumadhan Wahyu Pratama, menegaskan bahwa pernyataan Sofyan bukan sekadar wacana, tapi pengakuan terbuka yang mestinya langsung diseret ke ranah pidana. (Jumat 09/05/25)
“Polda Maluku diam, Kapolda tak bergeming, dan publik dipaksa menyaksikan sandiwara busuk ini. Apakah aparat penegak hukum sudah dijadikan pelayan bagi elit-elit rakus yang mempermainkan dana umat untuk mengisi kantong pribadi?” tegas Wahyu dengan nada tinggi.
PB Ampera Maluku secara terbuka menuduh adanya skenario busuk dan perlindungan sistematis terhadap aktor-aktor korupsi dalam proyek pembangunan Masjid Raya. Masjid yang seharusnya menjadi pusat ibadah kini berubah menjadi monumen penghianatan terhadap rakyat dan agama.
“Ini bukan soal politik. Ini soal kehormatan umat yang diinjak-injak oleh para pencuri berjubah pejabat. Masjid itu mangkrak, uang rakyat hilang, tapi tidak ada satu pun aparat yang berani bertindak. Kapolda Maluku harus bertanggung jawab atas kebusukan ini. Jika tak mampu membersihkan institusi, lebih baik mundur dari jabatannya!” kecam Wahyu.
PB Ampera Maluku mengancam akan mengepung Mapolda Maluku jika tak ada tindakan cepat. Mereka bahkan mengklaim siap menggalang ribuan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan, bukan hanya di Ambon, tetapi serentak di seluruh Maluku.
“Jangan main-main dengan amarah rakyat. Jika dalam waktu dekat Sofyan Soulisa tidak dipanggil secara resmi, kami pastikan Maluku tidak akan tenang. Kami akan lawan korupsi yang disembunyikan dengan tameng kekuasaan!” tutup Wahyu.
Masjid dikhianati, rakyat dihina, dan hukum dibungkam. Maluku tidak butuh aparat yang jadi boneka kekuasaan. Kami butuh keadilan, sekarang juga.