PostAmbon.com – Suasana politik di Pemerintah Provinsi Maluku kian keruh, dan salah satu tokoh yang menjadi pusat badai adalah Gubernur Hendrik Lewerissa. Bukan karena tindakan berani, melainkan karena ketiadaan keberanian.
Sudah berbulan-bulan publik bertanya-tanya: Mengapa Sadali Le, mantan Penjabat Gubernur yang kini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda), masih saja aman di posisinya? Padahal, sederet dugaan pelanggaran dan persoalan hukum telah menyelimuti namanya.
Yang lebih mengejutkan, bukan hanya publik yang bertanya. Para tokoh masyarakat pun mulai bersuara—meski banyak di antaranya memilih anonim, karena takut akan dampak sosial-politik. Salah satu tokoh masyarakat yang ditemui media ini pada Rabu (20/6/2025) di Ambon bahkan menyebut dengan tegas bahwa Gubernur Maluku tampak tidak berani, atau bahkan takut, untuk mencopot Sadali Le.
“Gubernur seolah-olah tidak punya taring. Sekda sudah terlalu lama jadi beban, tapi tetap saja dipelihara. Jangan sampai publik berpikir bahwa yang memimpin Maluku ini sebenarnya bukan Hendrik Lewerissa, tapi Sadali Le dari balik layar,” sindirnya pedas.
✓ Dugaan Skandal Sadali: Mengapa Masih Dipertahankan?
Nama Sadali Le bukan nama asing dalam birokrasi Maluku. Dia pernah menjadi Penjabat Gubernur, dan kini Sekda. Tapi yang membuat posisinya semakin kontroversial adalah sederet dugaan persoalan hukum yang menyeret namanya:
✓ Dana reboisasi yang diduga diselewengkan
✓ Dugaan keterlibatan dalam polemik tambang PT Batulicin
✓ Misteri dana SMI senilai Rp700 miliar yang hingga kini tidak jelas pemanfaatannya
Proyek-proyek mangkrak bernilai miliaran, seperti RSUD Haulussy yang tak kunjung selesai, dan proyek jalan di Pulau Haruku yang terbengkalai
Bagi banyak pihak, semua itu seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menjadi alasan pencopotan. Tapi apa yang dilakukan Gubernur Hendrik? Tidak ada. Diam. Bungkam. Diam yang menimbulkan spekulasi liar, dan bungkam yang menyisakan tanda tanya besar.
✓ “Gubernur atau Boneka Politik?”
Dalam suasana politik yang normal, seorang pemimpin daerah yang bersih dan tegas tentu akan mengambil langkah cepat demi menjaga integritas pemerintahan. Tapi yang terjadi di Maluku justru sebaliknya.
“Jangan-jangan, Hendrik Lewerissa ini hanya boneka. Yang menggerakkan, yang menentukan siapa duduk di mana dan siapa dapat apa, itu semua masih dikendalikan oleh Sadali Le,” lanjut sumber media ini.
Opini semacam ini kini bukan lagi bisik-bisik di lorong kantor pemerintahan, tapi sudah menjadi pembicaraan publik. Di warung kopi, di media sosial, bahkan di ruang diskusi kampus, pertanyaan yang sama muncul:
“Apakah Gubernur Hendrik berani bersih-bersih, atau dia terlalu takut menyentuh sarang sendiri?”
✓ Rakyat Menunggu Aksi, Bukan Alibi
Publik Maluku sudah lelah melihat birokrasi yang dipenuhi kompromi. Jika Gubernur Hendrik terus melindungi Sadali Le, maka pantas jika publik menduga bahwa ia turut menikmati sistem yang korup tersebut. Tak ada kata netral dalam situasi seperti ini. Diam adalah keberpihakan.
Tokoh masyarakat yang kami wawancarai menambahkan bahwa langkah mencopot Sadali Le bukan hanya soal politik, tapi juga soal komitmen terhadap reformasi dan supremasi hukum.
“Kalau gubernur serius menjalankan ASTA CITA ke-7 dari Presiden RI Bapak Prabowo Subianto —yaitu memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi —maka langkah pertama adalah menyingkirkan aktor-aktor yang terindikasi bermasalah. Dan salah satunya adalah Sekda Sadali Le. Kalau itu saja tak mampu dilakukan, ya berarti gubernur bukan bagian dari solusi, tapi bagian dari masalah.”
✓ Pemerintahan Maluku: Jalan di Tempat, Dipimpin dari Belakang?
Kini muncul narasi baru: bahwa pemerintahan Maluku sedang berjalan di tempat, atau lebih buruk, dikendalikan dari belakang layar. Sadali Le, yang oleh ini sebagian kalangan dianggap sudah tidak layak menduduki jabatan sekda karena terlampau banyak beban moral dan hukum, justru seolah tak tersentuh.
Apakah karena masih punya pengaruh besar di kalangan birokrasi? Apakah Sadali menyimpan “dosa-dosa lama” yang membuat pejabat lain ciut? Semua pertanyaan itu akan terus bergema hingga Gubernur Hendrik Lewerissa berani menjawab dengan tindakan nyata.
Jika tidak, maka sejarah akan mencatat satu hal tragis: bahwa di masa kepemimpinan Hendrik Lewerissa, Maluku dipimpin oleh bayangan. Gubernur resmi hanya simbol. Keputusan besar ditentukan oleh kekuatan lama yang tak mau turun dari singgasana kekuasaan.
Catatan Redaksi: PostAmbon.com membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi Gubernur Hendrik Lewerissa, Sekda Sadali Le, atau pihak lain yang disebut dalam artikel ini.