Picsart_25-09-30_23-28-08-305

POSTAMBON – Sebuah skandal perbankan kelas berat mencuat di Kota Ambon. Tim Investigasi POST AMBON menemukan indikasi praktik kredit fiktif di tubuh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Ambon, melibatkan oknum internal bank hingga level pimpinan. Modusnya sederhana tapi kejam: uang pinjaman rakyat dicairkan, singgah sekilas di rekening nasabah hanya lima menit, lalu raib entah ke mana. Yang tersisa hanyalah tagihan cicilan yang menghantui para korban. Selasa (30/09/25)

50 Korban Dijadikan Tumbal

Sedikitnya 50 nasabah sudah masuk dalam daftar korban. Mereka dijadikan “boneka” kredit, namanya dicatut, rekeningnya dipakai, tapi uangnya tidak pernah mereka nikmati. ER, seorang pegawai yang disebut-sebut sebagai otak modus ini, diduga bermain bersama jaringan internal. Bahkan, posisi Kepala Pengkreditan BRI Ambon ikut terseret dalam pusaran.

“Uang itu muncul sebentar, lalu hilang. Kami tidak pernah pakai, tapi tiap bulan ditagih cicilan,” kata salah satu korban kepada Tim POST AMBON.

Melanggar Undang-Undang, Bukan Sekadar Kelalaian

Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tapi kejahatan perbankan. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan jelas mengatur:

  • Pasal 29 ayat (2) huruf c: Bank wajib menjalankan prinsip kehati-hatian.
  • Pasal 49 ayat (1) huruf a: “Pegawai bank yang membuat pencatatan palsu dalam laporan transaksi dapat dipidana penjara 15 tahun dan denda Rp200 miliar.”

Artinya, perbuatan ini masuk kategori pidana berat, bukan sekadar masalah administrasi.

Indikasi Pencucian Uang

Lebih jauh, modus “dana hilang dalam 5 menit” sangat identik dengan pola layering dalam praktik pencucian uang. UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Pasal 3, menyebut: “Setiap orang yang mentransfer atau mengubah bentuk harta kekayaan hasil tindak pidana dengan tujuan menyamarkan asal-usulnya, dapat dipidana 20 tahun penjara.”

Dengan kata lain, apa yang terjadi di BRI Ambon bisa dikategorikan sebagai pencucian uang berkedok KUR.

Nasabah Jadi Korban Utang Siluman

UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jelas menyatakan konsumen berhak atas rasa aman dan bebas dari beban yang merugikan. Tapi di Ambon, rakyat kecil justru dijadikan tumbal utang siluman. Mereka dipaksa membayar sesuatu yang tidak pernah mereka terima.

Upaya Konfirmasi: BRI Bungkam

Tim POST AMBON sudah berupaya mendapatkan jawaban resmi. Sejak pukul 09.30 pagi hingga 15.14 sore kami mendatangi Kantor Pusat BRI di Kota Ambon. Hasilnya mengecewakan. Pimpinan yang bertanggung jawab selalu “tidak ada di tempat.”

Apakah absennya pimpinan ini kebetulan, atau bagian dari strategi menghindari sorotan publik?

Reputasi BRI di Titik Nadir

Sebagai bank milik negara dan penyalur utama KUR, BRI memikul tanggung jawab besar. Tapi di Ambon, justru terjadi penyalahgunaan yang menghancurkan kepercayaan publik. Jika kasus ini benar, maka BRI bukan hanya gagal menjalankan prinsip kehati-hatian, tapi juga menjadi sarang praktik kriminal perbankan.

Catatan Investigasi

Skandal KUR fiktif BRI Ambon menunjukkan betapa rapuhnya sistem pengawasan internal perbankan di daerah. Dana rakyat dihisap, korban dipaksa menanggung utang, sementara pejabat bank bersembunyi di balik kursi jabatan.

 

POST AMBON menegaskan: ini bukan sekadar kesalahan teknis, ini kejahatan terorganisir yang meruntuhkan kredibilitas bank pelat merah. Jika aparat penegak hukum tidak bergerak cepat, maka publik pantas bertanya: siapa yang sebenarnya dilindungi oleh sistem ini — rakyat atau para pelaku di balik meja bank?

 

About The Author

Tinggalkan Balasan