Picsart_25-10-02_00-38-37-936

[Kota — 2025] • Investigasi Khusus oleh Redaksi
POST Ambon – Dokumen resmi menunjukkan setiap tenaga honorer paruh waktu berhak menerima Rp8,1 juta lebih untuk periode Januari–Juni 2025. Namun kenyataan di lapangan, mereka hanya menerima Rp4–7 juta. Publik mendesak audit Inspektorat dan BPK.

Bau busuk dugaan penyelewengan dana kembali menyeruak dari tubuh birokrasi daerah. UPTD Laboratorium dan Perlengkapan kini berada di pusat kontroversi setelah ditemukan perbedaan mencolok antara angka gaji yang tercantum dalam dokumen resmi dan jumlah yang diterima oleh tenaga paruh waktu.

Dokumen yang ditandatangani Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) menegaskan: setiap tenaga honorer paruh waktu berhak atas Rp8.100.000+ untuk periode Januari–Juni 2025. Dana tersebut telah diajukan ke Bendahara Umum Daerah (BUD) dan tercatat dicairkan penuh ke rekening UPTD sesuai permintaan.

“Kami jelas-jelas ditipu. Hak kami dilahap orang lain. Rasanya seperti diperas hidup-hidup,” ungkap salah satu tenaga honorer yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Tanda-tanda Penyelewengan

Nominal yang cair ke rekening honorer tidak pernah penuh. Ada yang hanya Rp4 juta, ada Rp6 juta, dan ada Rp7 juta. Tidak satu pun mencapai angka resmi Rp8,1 juta. Selisih ini memicu dugaan adanya praktik pemotongan dana secara sepihak oleh pihak internal UPTD.

“Kami tidak pernah menandatangani persetujuan pemotongan apa pun. Yang jelas, dokumen resmi menunjukkan jumlahnya lebih besar. Artinya ada permainan di balik meja,” kata sumber internal UPTD.

Pengkhianatan Uang Rakyat

Tenaga honorer yang bergantung pada gaji paruh waktu untuk kebutuhan sehari-hari justru jadi korban. Potongan liar ini bukan sekadar salah kelola administrasi, melainkan indikasi praktik korupsi yang mengkhianati uang rakyat. Kamis (02/10/25)

Desakan Publik

Aktivis dan masyarakat menuntut Inspektorat serta BPK untuk segera melakukan audit forensik, menelusuri aliran dana, serta menyeret oknum pelaku ke ranah hukum.

“Ini bukan lagi soal gaji honorer. Ini soal harga diri, soal keadilan. Jangan sampai rakyat kecil terus-menerus jadi korban tikus berdasi!” tegas seorang aktivis anti-korupsi.

Catatan Redaksi:Berita ini disusun berdasarkan dokumen resmi dan keterangan narasumber internal yang meminta identitasnya disembunyikan demi keamanan. Pihak UPTD hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan resmi. Redaksi membuka ruang klarifikasi.

About The Author

Tinggalkan Balasan