Foto Papan Larangan Aktifitas tambang pasir Hative Besar yang dipasang oleh Keluarga Tuhuleruw

Foto Papan Larangan Aktifitas tambang pasir Hative Besar yang dipasang oleh Keluarga Tuhuleruw

 

Lokasi galian C yang menjadi sengketa antara Keluarga Tuhuleruw dan Pemerintah Negeri. (ilustrasi)

POSTAMBON — Sengketa galian C yang mengemuka di Negeri Hative Besar kembali memanas setelah Keluarga Tuhuleruw menuduh Pemerintah Negeri bersikap inkonsisten: mendorong penyelesaian lewat jalur hukum, tetapi absen di persidangan ketika waktunya mempertanggungjawabkan klaim.

Keluarga Tuhuleruw menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 565 tidak relevan dengan wilayah adat mereka—Dati Hatulear—karena, menurut keluarga, putusan itu berkaitan dengan Dati Hatuteri. Klaim ini dilontarkan untuk menepis upaya yang, menurut mereka, “menunggangi putusan MA” demi membenarkan klaim penguasaan pihak lain. Jumat (12/12/25)

Menurut pernyataan keluarga, lokasi galian C itu berstatus adat turun-temurun sebagai milik garis Tuhuleruw, yang dimulai dari leluhur mereka, Moses Tuhuleruw. Bukti yang disebutkan keluarga — termasuk pengelolaan hasil dari Dati Wae Walet — mereka anggap menunjukkan bahwa hak adat atas tanah tersebut masih hidup sampai hari ini.

Keluarga mengritik keras pemasangan papan pengumuman oleh pemerintah negeri yang menyatakan area tambang pasir tersebut sebagai “milik pemerintah negeri”. “Itu menyesatkan publik,” ujar perwakilan keluarga. Mereka menekankan bahwa dalam hukum adat setempat pemerintah hanya memiliki wewenang menguasai, bukan memiliki, sehingga setiap tindakan seperti sewa, hibah, atau kerja sama harus melalui rapat kepala-kepala Dati.

Ketegangan memuncak pada hari sidang: Pemerintah Negeri dan Saniri Negeri Hative Besar tercatat tidak hadir di ruang pengadilan. Keluarga menilai absennya para pihak yang selama ini most vocal dalam mendorong jalur hukum sebagai bukti ketidaksiapan mereka untuk mempertanggungjawabkan klaim di hadapan hakim.

Ironisnya, dalam mediasi pra-persidangan, perwakilan Saniri melalui Heppy Lelapary justru mempersilakan keluarga menempuh jalur hukum bila merasa dirugikan. Namun ketika proses hukum benar-benar bergulir, pihak yang semula mendorong jalur itu memilih untuk menghilang dari persidangan. “Kontradiksi antara ucapan mereka dan tindakan nyata cukup jelas,” kata perwakilan keluarga.

Keluarga kembali menegaskan bahwa hanya ada satu Kepala Dati Tuhuleruw yang sah, dan bahwa bila seorang pemegang Dati meninggal tanpa keturunan, hak itu kembali ke garis keluarga Tuhuleruw—bukan ke pemerintah negeri atau pihak luar lain yang mencoba mengklaim.

Menanggapi absennya para tergugat, keluarga menyatakan tidak akan mundur. Mereka memastikan akan melanjutkan proses hukum hingga kepastian status adat dan hak atas tanah tersebut dapat diputuskan secara definitif. “Ketidakhadiran mereka bukan penghalang; justru memperlihatkan siapa yang berani bersuara dan siapa yang mengecil ketika diuji,” ujar pernyataan resmi keluarga.


Catatan redaksi

Tulisan ini menyajikan versi pernyataan dari pihak Keluarga Tuhuleruw dan kronologi persidangan sebagaimana diklaim oleh keluarga. Pernyataan dan kritik kepada Pemerintah Negeri serta Saniri Negeri Hative Besar dikutip dari keterangan keluarga. Untuk keakuratan dokumen pengadilan dan bukti fisik kepemilikan, redaksi merekomendasikan verifikasi dokumen resmi di pengadilan negeri setempat.

Redaksi {{GILBERT PASALBESSY}} — Kontak: redaksi@POSTAMBON.comHak cipta © {{POSTAMBON.COM}} 2025. Semua hak dilindungi.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Verified by MonsterInsights