
Lebih jauh, Arnold juga menambahkan: “Jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, silakan datang melapor. Kami siap melayani.”
Namun, pernyataan yang terdengar heroik itu justru memperlihatkan rapuhnya kontrol internal bank pelat merah ini. Fakta bahwa seorang pegawai berinisial Fd bisa melakukan penyalahgunaan wewenang adalah bukti nyata bahwa sistem pengawasan, audit internal, dan manajemen risiko di BRI Ambon tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dasar Hukum yang Tak Bisa Ditawar
Secara hukum, BRI berkewajiban melindungi dana nasabah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menegaskan bahwa bank harus menjalankan prinsip kehati-hatian dan menjamin kepercayaan masyarakat. Pelanggaran serius terhadap prinsip tersebut jelas bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Kamis (02/10/25)
Lebih jauh, jika ada unsur penyalahgunaan jabatan, maka jeratan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa diberlakukan, karena kerugian nasabah pada akhirnya juga berpotensi merugikan negara.
Tak hanya itu, UUD 1945 Pasal 28D menjamin setiap warga negara berhak atas kepastian hukum yang adil, termasuk dalam konteks perlindungan dana di bank.
Potensi Class Action
Kenyataan bahwa nasabah diminta datang melapor justru memunculkan risiko baru. Jika korban Fd cukup banyak, langkah hukum berupa class action sangat mungkin terjadi. Gugatan massal semacam ini bukan hanya akan mempermalukan BRI di tingkat lokal, tetapi bisa mengguncang reputasi perusahaan di level nasional.
Publik tentu tak akan tinggal diam bila hak mereka diabaikan. Terlebih, class action adalah mekanisme hukum sah yang dilindungi undang-undang. Sekali langkah ini ditempuh, citra BRI sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia bisa terancam serius.
Bom Waktu Nasional
Kasus Fd di BRI Ambon berpotensi menjadi bom waktu. Jika manajemen pusat tidak segera turun tangan dengan langkah konkret – audit menyeluruh, transparansi kasus, dan penindakan oknum tanpa pandang bulu – maka kepercayaan publik terhadap BRI sebagai institusi keuangan negara akan terkikis habis.
Dalam dunia perbankan, hilangnya kepercayaan nasabah sama artinya dengan bunuh diri korporasi. Jika fraud serupa dibiarkan menjadi preseden, bukan tidak mungkin kasus ini merembet ke cabang lain dan mencoreng nama BRI di mata nasional maupun internasional.
Saat ini, semua mata tertuju pada BRI. Apakah manajemen pusat berani membuktikan komitmen mereka terhadap integritas, atau sekadar menjadikan pernyataan keras itu sebagai jargon kosong? Jika langkah nyata tidak segera terlihat, kasus Fd di BRI Ambon bisa berubah menjadi krisis nasional yang mengguncang pilar kepercayaan masyarakat terhadap bank pelat merah ini.