Sedapnya makan uang rakyat_

foto ilustsrsi dilansir dari https://id.pinterest.com/

POST AMBON- Di ujung timur Nusantara, di sebuah sekolah negeri di Pulau Gorom, suara kejujuran mulai retak.
Di tempat yang seharusnya menanam harapan, kini tumbuh aroma busuk dari dugaan penyimpangan dana pendidikan.
SMA Negeri 8 Kecamatan Gorom Timur — yang seharusnya menjadi rumah bagi cita-cita generasi muda — kini menjadi sorotan tajam karena bayang-bayang korupsi.

Selama lima tahun terakhir, sejak tahun anggaran 2021 hingga 2025, aliran dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang semestinya menolong anak-anak kurang mampu justru berubah menjadi misteri.
Kepala sekolah dan bendahara diduga menutup rapat informasi penggunaan dana tersebut. Tidak ada rapat, tidak ada laporan, hanya sunyi dan tanda tanya.

“Kami tidak tahu berapa dana yang cair, ke mana dipakai, atau siapa yang menerima.
Kepala sekolah selalu menghindar jika ditanya. Rasanya seperti kami sedang dibohongi,”
tutur seorang orang tua murid dengan mata yang lelah, namun penuh amarah tertahan.

Kebijakan Gelap dan SPJ Diduga Fiktif

Berdasarkan penelusuran lapangan, laporan pertanggungjawaban (SPJ) dana PIP diduga disusun tanpa melibatkan guru maupun komite sekolah.
Beberapa dokumen bahkan disebut tidak sesuai fakta di lapangan. Dugaan itu diperkuat oleh sejumlah guru yang menyatakan tidak pernah melihat transparansi dalam pengelolaan anggaran sekolah.

Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan hak publik untuk mengetahui pengelolaan dana negara.
Namun hingga kini, kepala sekolah dan bendahara SMA Negeri 8 Gorom Timur memilih bungkam. Tidak ada penjelasan, tidak ada itikad baik.

LSM Maluku Berseru: Jangan Biarkan Pendidikan Dirampok!

Konsorsium LSM Provinsi Maluku akhirnya turun tangan. Mereka menilai praktik ini bukan sekadar kelalaian administratif,
melainkan bentuk perampokan hak anak bangsa yang haus akan pengetahuan.

“Kami mencium bau permainan kotor di balik program ini.
Jika Kejaksaan Tinggi dan Polda Maluku tidak bertindak, kami akan turun ke jalan.
Pendidikan bukan ladang korupsi!” — Fami, Konsorsium LSM Provinsi Maluku.

Fami juga menduga adanya jaringan gelap yang melindungi para pelaku agar tidak tersentuh hukum.
“Diamnya aparat sama saja dengan ikut menutup mata terhadap pencurian hak anak-anak negeri ini,” ujarnya tegas.

Anak Didik Dikorbankan, Sekolah Tak Berbenah

Di balik laporan dan tanda tangan di atas kertas, para siswa masih belajar di ruang kelas yang kusam.
Buku mereka sobek, seragam menipis, dan semangat belajar kian padam.
Padahal, setiap tahun dana PIP mengalir — tapi tak ada perubahan yang terasa.

“Setiap tahun bantuan datang, tapi kami tetap kekurangan.
Tidak ada transparansi. Kami hanya bisa pasrah,” keluh seorang guru yang tak ingin namanya disebut.

Kini publik bertanya-tanya: apakah keadilan hanya slogan di spanduk dinas?
Apakah hukum masih berpihak kepada kebenaran, atau sudah dibeli oleh tangan-tangan serakah yang memelintir arti pendidikan?

Desakan Terakhir: Tegakkan Keadilan, Hentikan Pembiaran

Konsorsium LSM Maluku menuntut agar Kejaksaan Tinggi dan Polda Maluku segera memanggil dan memeriksa
kepala sekolah serta bendahara SMA Negeri 8 Gorom Timur. Mereka menegaskan,
keadilan tak boleh kalah oleh kebisuan.

Maluku kini menunggu. Apakah hukum akan hidup dan menegakkan kebenaran —
atau mati perlahan di tangan mereka yang mengaku pendidik tapi melupakan nurani?


 

About The Author

Tinggalkan Balasan

Verified by MonsterInsights