
PostAmbon — Di bawah lapisan formalitas dan stempel perbankan, sebuah jaringan internal di BRI Cabang Ambon diduga mengubah uang nasabah menjadi bancakan. Bukti awal menunjukkan keterlibatan pegawai dan atasan yang bekerja rapi agar kredit fiktif terlihat sah — sementara laporan nasabah menghilang dalam prosedur audit yang tak berjalan.
Jaringan Internal dan Peran Para Aktor
Sumber internal mengidentifikasi Vina sebagai sosok pencari nasabah yang menjadi penghubung antara korban dan pihak bank. Nama-nama BRI lain yang berulang disebut adalah Reza dan Erik, dua pihak yang diduga mengelola mekanisme agar kredit pada kertas tampak valid meskipun tidak merepresentasikan pinjaman nyata.
Di balik itu semua, muncul nama Faisal — seorang atasan yang menurut sejumlah saksi bukan sekadar penonton. Keterangan dari salah satu pihak yang mengetahui alur transaksi, Tina, menegaskan bahwa Faisal memiliki peran langsung dalam mengatur arus dana yang dicurigai berasal dari anggaran yang terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Reza dan Erik berupaya melindungi Faisal, seolah sang bos tak pernah tahu apa-apa — padahal alur uang jelas terhubung ke kebijakan internal.” — Sumber internal
Audit Internal yang Diam — Laporan Nasabah Menguap
Yang lebih mengkhawatirkan: masyarakat dan korban melaporkan kasus ini ke dalam sistem bank. Laporan itu — menurut dokumen dan pernyataan sumber — diterima oleh Ayub, auditor internal BRI. Namun sampai hari ini tidak ada tindakan tegas yang terlihat. Laporan nasabah tampak kehilangan jejak dalam birokrasi internal.
Sementara itu, Erik disebut-sebut terus memasang badan untuk menutupi nama atasannya. Di sisi publik, Arnol, Manajer BRI Ambon, bersikap tegas dalam pernyataannya ke media: pihaknya “tidak menoleransi fraud” dan mempersilakan pelaporan. Tapi pengalaman korbannya berkata lain — kepercayaan publik sudah terkikis.
Publik yang Kehilangan Kepercayaan
“Kami sudah melapor, tapi tidak ada hasil. Sepertinya semua dilindungi dari dalam,” kata satu warga yang enggan disebutkan nama. Kalimat itu merefleksikan kekecewaan luas: ketika mekanisme internal gagal, keadilan dan pertanggungjawaban sulit ditegakkan.
Kasus ini bukan hanya persoalan lokal. Jika benar adanya praktik kredit fiktif yang dilindungi internal, maka soal integritas, kontrol, dan pengawasan di BRI harus diuji — bukan sekadar retorika publik tentang “nol toleransi”.
Apa yang Harus Dilakukan?
Korban berhak mendapat penyelidikan independen, transparansi penuh atas temuan audit, dan keterlibatan aparat penegak hukum bila ditemukan indikasi pidana, termasuk TPPU. Publik menuntut bukan janji — tetapi bukti tindakan nyata.