Oleh: POST AMBON [GILBERT PASALBESSY]
DOBO – 6 November 2025

Seru Kaidel, suaranya lantang menggema, bagai ingin memastikan mimpi besar itu tak lagi menjadi wacana. Ia menekankan, momentum ini harus menjadi titik balik, sebuah “pembenahan arah pembangunan” yang sesungguhnya. Bagi Kaidel, Musrenbang ini bukanlah acara seremonial yang berakhir dengan notulensi, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang.
Dengan rinci, ia memaparkan empat komitmen pokok yang harus dipegang teguh oleh seluruh jajaran pemerintahan:
- Penajaman visi-misi agar lebih menyentuh dan responsif terhadap denyut nadi kehidupan rakyat.
- Penyelarasan program lintas OPD—sebuah upaya untuk mengakhiri “tarian” program yang tumpang tindih dan tak jarang justru membingungkan masyarakat.
- Kejelasan indikator kinerja, sebuah alat ukur yang jujur untuk menilai, “Sudah sejauh mana kita berjalan, dan seberapa dekat kita pada tujuan?”
- Penetapan 116 program prioritas—bukan daftar panjang yang ambisius, melainkan pilihan sadar untuk memusatkan energi pada program yang dampaknya benar-benar bisa dirasakan, dari pinggir pantai hingga ke pelosok daratan.
Namun, Kaidel juga seorang realis. Ia tak menutup mata pada tantangan yang membayang: pelemahan fiskal akibat efisiensi dari pusat yang ikut mengencangkan ikat pinggang daerah. Dalam situasi ini, ia lantas bersikap bijak.
Kalimat itu menjadi pedoman. Maka, fokusnya dialihkan pada hal-hal yang paling mendasar: pelayanan dasar yang memanusiakan, pengendalian inflasi yang menjaga napas ekonomi warga, ketahanan pangan yang menjamin perut tak keroncongan, serta penciptaan lapangan kerja yang memberi harapan.
Di penghujung arahannya, dengan nada yang khidmat, Kaidel mengingatkan tentang pentingnya keselarasan. RPJMD Aru harus seia sekata dengan RPJMN dan 17 program prioritas nasional, menyatu dalam irama Asta Cita. Namun, pesan penutupnyalah yang paling membekas, sederhana namun penuh makna, bagai menyentuh relung hati setiap yang hadir:
Sebuah pengingat bahwa pada akhirnya, semua teori, rencana, dan anggaran itu, nilainya hanya terukir pada senyum kepuasan seorang nelayan yang hasil tangkapnya membawa berkah, atau pada cahaya mata seorang anak yang bisa bersekolah dengan tenang. Itulah hakikat pembangunan yang sesungguhnya.
