Patok Tanda Larangan Aktifitas Pertambangan yang dipasang oleh Keluarga Tuhuleruw, lewat kuasa hukumnya Yehezkiel Haurissa, SH.,MH.
Keluarga Tuhuleruw Menutup Tambang, Pemerintah Negeri Hative Besar Dituding Terima Setoran dari Lahan yang Bukan Miliknya
POST AMBON – Kisruh tambang galian C di Negeri Hative Besar, Kota Ambon, kian memanas. Setelah sebelumnya Pemerintah Negeri Hative Besar menyebut area tambang sebagai aset negeri, kini keluarga Tuhuleruw muncul dengan klaim tegas: tanah itu milik dati mereka, diwariskan secara turun-temurun.
Pada 24 Oktober 2025, keluarga Tuhuleruw melalui kuasa hukum Yehezkiel Haurissa, SH., MH., resmi memasang patok batas dan papan larangan aktivitas tambang di lokasi tersebut. Langkah itu sekaligus menghentikan seluruh operasi alat berat yang sebelumnya dikelola oleh pihak ketiga bernama Wilson, di bawah koordinasi Pemerintah Negeri Hative Besar.
Sumber POST AMBON di lapangan memastikan aktivitas tambang kini berhenti total. Namun, perhatian publik kini tertuju pada hal lain: kemana aliran dana setoran tambang yang disebut mencapai Rp1,6 miliar.
Aset Negeri atau Milik Dati?
Penelusuran sementara mengungkap fakta bahwa Pemerintah Negeri Hative Besar diduga telah menerima setoran langsung dari hasil tambang, tanpa kejelasan status kepemilikan lahan. Padahal, klaim kepemilikan oleh keluarga Tuhuleruw belum pernah diselesaikan melalui mekanisme hukum adat maupun administrasi pertanahan.
“Kalau ternyata tanah itu bukan milik negeri, atas dasar apa pemerintah negeri menerima uang setoran sebesar itu?”
Rp1,6 Miliar yang Tak Jelas Jejaknya
Laporan sementara menyebutkan dana hasil tambang tersebut tidak sepenuhnya tercatat dalam laporan keuangan resmi negeri. Tidak diketahui pula apakah uang itu dimasukkan dalam pos Dana Desa (DD) atau Pendapatan Asli Desa (PAD Negeri).
Sebagian warga menduga dana itu mengalir ke pihak tertentu di luar mekanisme keuangan negeri. Sumber POST AMBON juga memastikan bahwa laporan dugaan penyimpangan telah disampaikan masyarakat adat ke Kejaksaan Tinggi Maluku, dan kini tengah diproses di Kejaksaan Negeri Ambon untuk penyelidikan lanjutan.
Tim “Jaga Desa” Jadi Tumpuan
Perhatian publik kini tertuju pada tim “Jaga Desa”, kolaborasi antara Kejaksaan Negeri Ambon dan Inspektorat Kota Ambon. Tim ini diharapkan mampu menelusuri aliran setoran tambang, mengidentifikasi penerima manfaat, dan memastikan apakah dana tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat atau justru diselewengkan.
Jika terbukti ada penyimpangan, maka kasus ini bisa masuk ke ranah tindak pidana korupsi, karena melibatkan penerimaan dan penggunaan dana publik di luar prosedur resmi.
Lebih dari Sekadar Sengketa Tanah
Kasus tambang Hative Besar kini berkembang menjadi indikasi manipulasi keuangan desa. Beberapa proyek infrastruktur seperti jalan tani dan gazebo yang dibangun dari dana negeri juga dipertanyakan efektivitas dan kesesuaiannya dengan anggaran.
Penutupan tambang oleh keluarga Tuhuleruw justru membuka peluang besar bagi aparat hukum untuk mengurai dugaan penyalahgunaan dana tambang yang seharusnya dikelola secara transparan.
Fakta Utama Kasus Galian C Hative Besar
| Keterangan | Data / Informasi |
|---|---|
| Lokasi Tambang | Negeri Hative Besar, Kota Ambon |
| Pihak Pengelola | Wilson (pihak ketiga atas izin Pemerintah Negeri) |
| Pemilik Lahan yang Diklaim | Keluarga Tuhuleruw (tanah dati turun-temurun) |
| Tanggal Penutupan Tambang | 24 Oktober 2025 |
| Kuasa Hukum | Yehezkiel Haurissa, SH., MH. |
| Nilai Setoran Diduga Masuk ke Negeri | ± Rp1,6 miliar |
| Status Hukum | Dalam penyelidikan Kejaksaan Negeri Ambon |
| Laporan Masyarakat | Telah diserahkan ke Kejati Maluku |
| Dugaan Pelanggaran | Maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, indikasi korupsi |
Seruan Transparansi
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah desa di Maluku agar mengelola potensi alam secara terbuka dan sesuai hukum adat serta administrasi publik. Transparansi bukan sekadar kewajiban moral, tetapi jaminan agar uang rakyat tidak lenyap di antara tumpukan tanah tambang dan kepentingan elit lokal.
