1001340112

 

POST AMBON — Rabu, 1 Oktober 2025 | Oleh: POST AMBON
Kategori: Investigasi

POSTAMBON – Publik di Kota Ambon masih menanti kejelasan atas kasus dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa (DD/ADD) di Desa Waiheru, Kecamatan Teluk Ambon Baguala. Meski Kepala Desa Waiheru, Usman Elly, disebut telah melakukan pengembalian sebagian kerugian negara, proses itu dinilai tidak transparan. Peran Inspektorat Kota Ambon pun dipertanyakan karena dianggap lamban dan tidak memberi informasi publik yang jelas.

Pungutan Liar yang Berlangsung Bertahun-tahun

Sejak 2019 hingga 2021, warga Pasar Perumnas Waiheru diduga dipaksa membayar pungutan liar. Praktik ini disebut melibatkan Izak Mole, anggota BPD, bersama sejumlah oknum staf UPTD Perindag.

Tak hanya di pasar, pungutan juga berlangsung di kantor desa. Warga yang hendak mengurus surat izin usaha, surat keterangan tanah, atau dokumen resmi lainnya harus mengeluarkan uang antara Rp50.000 hingga Rp250.000 per dokumen.

“Pungutan semacam ini jelas melanggar hukum, dan memperlihatkan bagaimana aparat desa menjadikan pelayanan publik sebagai ladang keuntungan pribadi,” tegas Panji Kilbuty, Pemerhati Publik Ambon.

Transaksi Tanah Penuh Kejanggalan

Investigasi menyoroti penjualan tanah seluas 2.000 m² untuk pembangunan Pasar Perumnas. Pada 2016–2017, Pemkot Ambon membayar Rp600 juta kepada pemilik lahan; pada 2018 sertifikat diterbitkan atas nama pemerintah kota. Namun tanah tersebut masih bermasalah secara hukum dengan dua putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

Anehnya, kepala desa dan Pemkot Ambon tetap melanjutkan transaksi tanpa appraisal resmi. Menurut Panji Kilbuty, kondisi ini menimbulkan kerugian negara ratusan juta rupiah karena harga tanah dipatok di atas NJOP.

Dana Desa dan Proyek Fiktif

Dalam Laporan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Desa 2015–2020 ditemukan proyek-proyek fisik yang tidak jelas realisasinya. Sebagian proyek diduga fiktif karena tumpang tindih dengan program Pemkot Ambon, Pemprov Maluku, hingga proyek pusat.

Selain itu, dana pajak bagi hasil yang seharusnya masuk kas desa senilai Rp200 juta selama lima tahun tidak pernah dilaporkan secara transparan.

Inspektorat Dinilai Main Mata

Ironisnya, Inspektorat Kota Ambon menunjukkan sikap yang dianggap janggal. Pada 5 Juli 2021 lembaga itu menemukan pelanggaran di Desa Waiheru, namun hanya tiga minggu kemudian (28 Juli 2021) Inspektorat mengeluarkan surat yang menyatakan Kepala Desa Usman Eli, SP, bebas dari temuan.

Publik menilai inkonsistensi ini sebagai indikasi maladministrasi yang dapat membuka ruang praktik KKN.

Masyarakat Menunggu Langkah Tegas Aparat Hukum

Hingga kini masyarakat Desa Waiheru dan publik Kota Ambon menunggu tindak lanjut aparat hukum. Pengembalian sebagian dana oleh kepala desa dianggap bukan solusi karena proses tertutup dan tidak memberi kepastian hukum.

“Kasus ini bukan soal uang dikembalikan atau tidak. Ini soal penyalahgunaan kewenangan, pungli, dan praktik korupsi yang jelas-jelas merugikan masyarakat. Tidak boleh berhenti di meja Inspektorat, harus masuk ke penyidikan kejaksaan dan KPK,” ujar Panji Kilbuty.

Upaya Konfirmasi ke Kepala Desa Nihil

Tim POST AMBON sudah mencoba menghubungi Kepala Desa Waiheru, Usman Elly, via WhatsApp dan panggilan WhatsApp. Namun hingga berita ini diturunkan, Usman Elly belum memberikan jawaban, baik tertulis maupun lisan.

Kesimpulan

Skandal Desa Waiheru menjadi potret buram tata kelola desa di Ambon. Dari pungutan liar, transaksi tanah bermasalah, proyek fiktif, hingga laporan keuangan yang tidak transparan — semua mengarah pada pola sistematis penyalahgunaan kekuasaan. Desakan agar aparat penegak hukum turun tangan kian kuat; publik menunggu apakah kasus ini akan benar-benar diusut tuntas atau dibiarkan tenggelam dalam birokrasi.

About The Author

Tinggalkan Balasan